Prodi

POLITIK ABCS PEMILUKADAL Oleh : Moh Sugihariyadi

POLITIK ABCS PEMILUKADAL
Oleh: Moh Sugihariyadi*
 

Politik ABCS (Asal Bakal Calon Senang) persisnya awal kali muncul banyak pihak pada bilang tidak tahu. Dari hasil penelusuran penulis, politik ABCS pertama kali muncul bertepatan pada pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah Langsung (Pemilukadal) periode kedua. Karakteristik politik ABCS terjadi karena adanya tanda-tanda sikap disorientasi dari tujuan Pemilukadal.

Kebutuhan pemilukadal sebagaimana kita pahami asal muasal pemunculan merupakan salah satu dari sekian agenda maksimalisasi tujuan reformasi. Tepatnya beberapa tahun setelah reformasi 1998 para aktifis pegiat demokrasi mengagendakan tujuan jangka panjang terbangunnya sistem politik berkeadilan terhadap kepentingan daerah. Sikap politik mereka didasari masih ditemukannya implementasi ketidakseimbangan pembangunan infrastruktur. Utamanya antara jawa dan luar jawa. Tentunya dalam pengawalan konsep pembangunan berkeadilan tidak menyertakan ambisi-ambisi bermuatan politik otoriter (penerapan budaya politik orde baru). Semisal dalam pemilihan kepala daerah melalui sistem penunjukkan langsung pemerintah pusat dengan mengabaikan aspirasi masyarakat daerah.

Mendasar dari acuan pandangan politik aroma reformasi ini, sesungguhnya kita bisa merasakan spirit komitmen besar dari tujuan proyek pemilukadal. Pertama, berharap terwujudnya konsistensi sistem pemerintahan presidensial. Kebutuhan level nasional, untuk Presiden sebagai kepala pemerintahan dipilih secara langsung oleh masyarakat. Secara otomatis kebutuhan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala daerah pula seyogyanya dipilih langsung melalui Pemilukadal oleh masyarakat. Kedua, berharap terealisasinya konsep pembagian kekuasaan secara proporsional atau chek and balancing khususnya legislatif atau DPRD dengan kepala daerah (eksekutif) terpilih kendati tidak dilahirkan dari partai sama. Ketiga, utamanya lagi melalui pelaksanaan pemilukadal ini diharapkan terpilihnya model kepemimpinan kepala daerah menyandang kriteria akuntabel, responsif, dan peka terhadap tuntutan serta aspirasi rakyat.

FENOMENA ABCS

Fenomena di lapangan menunjukkan mereka yang bermaksud mencalonkan diri sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota pada yakin bahwa mereka dalam segala aktifitas politiknya selalu memperoleh dukungan dari masyarakat didaerahnya secara maksimal. Lagi-lagi politik ABCS mewabah seiring keseriusan mereka mencalonkan diri. Gejala penyimpangan makna pemilukadal ini terpaksa terjadi, karena bawahan (team sukses) dalam bekerja kurang maksimal. Seorang bawahan dan rekan kerja tidak memiliki jawaban tepat terkait beban tugas berat yang diembannya dari para bakal calon. Belum lagi kebiasaan pribadi para pimpinan di daerah, menghendaki jawaban sama persis dengan kemauannya. Sehingga informasi terkait data yang mereka kehendaki, tidak lagi mencerminkan keadaan apa adanya berdasar laporan hasil lapangan. Sungguh ironis keadaan ini negeri, bagi mereka yang mau berpikir.

Setelah melalui dinamisasi proses syarat upaya penyimpangan. Sesuai latar belakang para bakal pasangan calon, lagi-lagi para pendukung dipaksa menyuguhkan parodi unik nan juga menggelikan. Bakal pasangan calon dari partai politik. Sebagai pimpinan partai politik yang kebetulan mendapatkan mandat atau rekomendasi dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) menyebutkan bahwa dirinya merupakan salah satu kader terbaik dari partai politik. Untuk menunjukkan argumentasi obyektif para calon tidak enggan-enggan menyarankan seorang wartawan melakukan wawancara kepada salah seorang anggota partai. Sudah dapat dipastikan anggota partai yang di wawancarai oleh salah seorang wartawan, bakal memberikan jawaban ya. Mengingat kalau memberikan jawaban tidak, resiko besar lebih fatal siap-siap ditanggung.

Lain hal bakal calon dari incumbent atau petahana. Sebagai seorang petahana jika kebetulan tertarik lagi mencalonkan diri lagi kepala daerah. Biasanya waktu ditanya terkait minat keikutsertaan dalam kompetisi pencalonan kedua. Dapat diramalkan jawabannya tergantung masyarakat, seandainya masyarakat merasa berharap agar mencalonkan dirinya lagi tidak enggan-enggan beliaunya bilang siap. Karena sebagai pemimpin itu adalah amanat, pertanggungjawabannya tidak hanya di dunia namun juga di akhirat. Tidak malu-malu terkadang bakal calon dari kategori partai islam menyertakan dalil-dalil meyakinkan. Guna memperkuat argumentasinya agar terjadi kesan pencitraan, bahwasannya dia kategori pihak yang tidak berambisi. Biasanya si-wartawan disarankan bertanya kepada orang di sekitarnya. Dapat dipastikan jawaban kerumunan orang disekitarnya pada bilang akan mendukung seratus persen bapak atau ibu untuk maju dalam pencalonan kepala daerah. Tidak hanya sebatas kalimat mendukung yang muncul, kami mendukung pencalonan bapak karena selama mengikuti kepemimpinan bapak banyak prestasi yang ditorehkan daerah ini. Lagi-lagi akrobatik politik ABCS kita saksikan.

Berbeda lagi bakal calon dari perspektif pendatang baru. Sehubungan calon bersangkutan notabene pendatang baru alias belum pernah teruji dalam kepemimpinan politik, biasanya tidak enggan-enggan mengakukan dirinya sebagai tokoh perubahan. Kategori profil ketiga ini menyebutkan bahwa fenomena kepemimpinan saat sekarang syarat status quo. Makanya wajar apabila ini daerah menjadi tertinggal dengan daerah tetangga. Padahal kita semua tahu, daerah kita adalah daerah kaya. Secara sumber daya alam, daerah kita sangat potensial. Secara sumber daya manusia banyak orang pandai dilahirkan dari daerah kita. Namun kenapa daerah kita masih tertinggal jauh dengan daerah tetangga Ini semua disebabkan dalam penerapan metode pengelolaan atau manajemen yang dipakai pemimpin sekarang syarat status quo. Alias manajemen yang hanya berorientasi pada kiblat memperkaya pundi-pundi ekonomi kelompok tertentu. Ini tidak boleh dibiarkan, apabila kita berharap kemajuan dan kemanfaatan pembangunan. Para pengikut tokoh ini, biasanya adalah kelompok barisan sakit hati dengan kebijakan kepemimpinan terpilih. Sebagian orang-orang yang ikut kerumunan kelompok ini. Jika ditanya, dipastikan jawabannya berapi-api. Bahwa daerah kita apabila pengen menjadi daerah maju, disegani daerah tetangga, dan selalu memperoleh prestasi, seyogyanya harus dipimpin sosok bersih tidak terlibat kepentingan politik pragmatis masa lalu.

SOLUSI

Terbersit dalam pikiran, praktik politik ABCS tentunya tidak boleh mendominasi. Pertanyaannya,  apakah memang macam ini potret praktik politik kita? Untuk mendalami arti dan lingkup tujuan besar pemilukadal, agar tidak semakin memperparah khasanah pandangan politik lokal tentu dibutuhkan sosok model kepemimpin sebagai berikut. 1).Bakal calon kepala daerah mendatang harus memiliki kemampuan kerjasama dengan bawahan dan rekan kerja secara baik. Harus mampu membuat para bawahan dan patner mencapai hasil yang telah ditetapkan. 2).Bakal calon kepala daerah harus mampu mempengaruhi orang lain melalui cara-cara persuasi dan himbauan bukan paksaan. 3).Bakal calon kepala daerah harus memiliki kemampuan mengarahkan kegiatan-kegiatan bersama. 4).Bakal calon kepala daerah harus mampu menunjukkan watak keunggulan, sehingga memiliki pengaruh terhadap bawahan. 5).Bakal calon kepala daerah terpilih harus mampu melahirkan berbagai gagasan baru sehingga memberikan dorongan nilai perubahan. 6).Dan tentunya bakal calon pilihan rakyat mendatang harus memiliki program serta mampu mendorong tumbuhnya motivasi bawahan dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

 *Penulis bekerja sebagai Dosen STAIN Kudus

Share this Post: