Prodi

Islam: Membingkai Perbedaan dengan Rahmat Oleh: Taufikin, M.S.I

Islam: Membingkai Perbedaan dengan Rahmat
Oleh: Taufikin, M.S.I*

“Allah SWT menciptakan manusia berjumlah milyaran dengan wajah yang berbeda,
menjadi indikasi akal dan hati dan perilaku manusia juga berbeda”

Jika Allah berkehendak menyamakan perbedaan manusia, dari hati, akal, sikap dan perbuatannya adalah hal yang amat mudah. Karena dalam firmanNya

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!"
Maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)

Ayat di atas menunjukkan Kuasa Allah dengan sifat Qudrat dan Iradahnya dapat saja menghendaki apa yang diinginkan oleh Allah SWT. Kenyataannya bahwa perbedaan di alam ini adalah sunnatullah, sehingga tugas manusia sebagai khalifah fil ardh adalah bagaimana menjaga perbedaan ini menjadi sebuah keharmonisan yang penuh dengan rahmat. Perbedaan jugalah yang menjadikan roda kehidupan manusia berjalan sebagaimana mestinya. Bagaimana jadinya jika dunia ini hanya dihuni oleh manusia yang beriman dan bertaqwa saja? Tentu tidak ada peluang untuk berda’wah amar ma’ruf nahi munkar. Atau jika manusia di dunia ini hanya dihuni oleh orang kaya saja, tentu akan bingung mau diberikan kepada siapa zakatnya. Jika di dunia ini hanya Islam saja, maka ayat al Qur’an seperti Surat Al-Kafirun tidak pernah ada, juga tidak akan pernah ada jihad ataupun perjuangan seperti yang telah dilakukan oleh para Nabi dan Rasul untuk mengajarkan Tauhid.

Islam hadir dengan pedoman suci Al-Qur`an al-Karim untuk menuntun manusia agar memahami bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Maka dasar untuk menjaga perbedaan itu adalah Rahmatan lil `alamin. Allah berfirman:

 

 

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).

Ayat di atas memperjelas secara kontekstual adanya perbedaan, tidak terkecuali masyarakat Indonesia yang mengalami perbedaan suku, agama, ras, golongan, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. maka konsep rahmat mutlak diperlukan untuk menjaga keharmonisan dalam roda kehidupan yang tenteram dan aman.

Adanya kekacauan dalam perbedaan adalah karena tidak adanya kesadaran akan perbedaan, ditambah dengan kebencian dan pemaksaan untuk mengikuti satu kesamaan dengan menghilangkan perbedaan, padahal itu suatu yang mustahil, karena bertentangan dengan Firman Allah SWT.

Adanya perpecahan dalam setiap perbedaan adalah karena prinsip kasih sayang (rahmat) tidak dijadikan sebagai bingkai dalam mensikapi perbedaan. Firman Allah dalam surat Al-Anbiya` ayat 107.

 

 

 “dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya` ayat 107)

Ayat ini amatlah kontekstual yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW, namun selama ini oleh sebagian umat Islam hanya sebagai bacaan (tekstual) yang bernilai Ibadah. Pengejawantahanya masih amat jauh dari harapan Rasulullah SAW yang telah mengajarkan kita dengan contoh konkrit pembangunan (jasmani dan rohani) kota Madinah waktu itu. Harmonisasi terbingkai dalam kasih sayang senantiasa menaungi kehidupan kota Madinah saat itu.

Selanjutnya muncul pernyataan dan pertanyaan, kita mengaku sebagai Umat Islam, mengaku sebagai Umatnya Rasulullah Muhammad SAW, tetapi dalam perilaku kita menonjolkan kebencian dan jauh dari konsep rahmat.

`Kita ini mau mengikuti Rasul yang mana jika kita saling menghina dan membenci sedangkan Rasul penuh dengan kasih sayang? Adakah Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan kebencian dan perpecahan dalam perbedaan walaupun terjepit dalam kehinaan/kenistaan?`

Amat jelaslah jika ada segolongan manusia apalagi umat Islam yang menonjolkan kebencian dalam perbedaan berarti bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Jika karena golongan lain itu menghina kita, Nabi jauh lebih dihina. Jika karena dibenci, Nabi jauh lebih dibenci. Setiap hari Nabi dilempari Kotoran hewan, mendapatkan perlakuan fisik yang kasar, namun semua itu dibalas Nabi dengan kasih sayang, Rahmatnya senantiasa menghiasi dalam setiap perilaku yang hidup dalam perbedaan saat itu, dan endingnya adalah Islam tersyi`ar ke seluruh dunia.

Rahmat atau kasih sayang dalam perbedaan akan menunculkan rasa saling menghormati dan tenggang rasa yang berujung pada hilangnya rasa benci dan perpecahan. Kasih sayang akan mengharmoniskan perbedaan khususnya di Indonesia. Perbedaan itulah yang menjadi kekayaan dan seiring juga dengan prinsip `Bhinneka Tunggal Ika` yang tertulis dalam Lambang Negara. Harapannya adalah perbedaan yang aman, tenteram dan damai untuk NKRI.

*Dosen STAIN Kudus

 

Share this Post: