Prodi

KANKER TAK LAGI ANGKER Oleh: Muhamad Jalil

KANKER TAK LAGI ANGKER
Oleh: Muhamad Jalil*

Berita selebritis terkait positif kanker akhir-akhir ini marak terjadi. Sederet artis tersohor yang dikabarkan terserang tumor ganas antara lain Ria Irawan, Julia Perez, Aldi Taher, Yana Zein, dan lain-lain. Kabar tersebut membuat sebagian pemirsa di rumah jadi pobia akan keganasan kanker. Pasalnya kanker dapat menghinggapi semua orang tanpa melihat status sosial di masyarakat.

Berbicara mengenai kanker, maka tak afdhol jika tidak dimulai dari terminologi kanker itu sendiri. Istilah “kanker” berasal dari bahasa latin yang maknanya kepiting. Dokter menyebut tumor yang memiliki pembuluh atau penyebaran dari organ inti dengan istilah “seperti kepiting”. Menurut istilah kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker.

Kanker ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan mampu menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh. Kanker disebabkan adanya mutasi pada gen-gen, tetapi hanya sebagian kecil mutasi yang diwarisi dari generasi ke generasi (Willard; Wulandari, 2001). Gen-gen yang terlibat dalam perkembangan kanker adalah onkogen, gen-gen supresor tumor dan gen-gen untuk perbaikan kerusakan DNA. Beberapa jenis kanker tertentu diakibatkan oleh mutasi kromosom, seperti delesi dan translokasi atau disebabkan oleh penggandaan gen.

Sejauh ini kasus kanker tidak hanya diderita oleh publik figur ternama tanah air. Melainkan semua orang dapat mengalaminya. Kemenkes menegaskan dengan menyebar angket kepada responden secara acak, sehingga diperoleh rilis sebagai berikut. Prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2016 diperkirakan sekitar 28435 orang. Penyakit kanker payudara dan leher rahim merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2016, yaitu kanker payudara sebesar 28,7% dan kanker leher rahim sebesar 12,8%. Depkes juga memprediksi bahwa jumlah kematian akibat kanker akan mencapai 13,1 juta orang pada tahun 2030 (depkes.go.id). Data lain mengungkapkan bahwa kanker menjadi penyebab kematian nomor 7 di Indonesia dengan persentase 5,7% dari seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2015).

Prevalensi kanker yang cukup tinggi di atas salah satunya disebabkan oleh perilaku dan pola makan. Secara umum kurangnya konsumsi sayur dan buah merupakan faktor risiko tertinggi pada semua kelompok umur. Kebiasan buruk lain yang dapat memicu kanker adalah merokok, obesitas, konsumsi makanan berlemak tertinggi, makanan dibakar, makanan hewani berpengawet. Walaupun tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh gen (Junaidi, 2007).

Perilaku dan pola makan yang kurang baik di atas jamak terjadi di zaman sekarang. Globalisasi dituding sebagai penyebab terjadinya pergesaran pola hidup manusia karena mempengaruhi seseorang dalam hal fun, food, dan fashion. Keberadaan teknologi kian manusia dimanjakan dengan perkakas mesin. Imbasnya muncul generasi manusia pragmatis dan serba instan seperti sekarang ini. Aktivitas tubuh jadi berkurang karena dimanjakan teknologi sehingga proses metabolime tubuh tidak berjalan normal. Kondisi ini memicu adanya sel kanker tumbuh dan berkembang di dalam jaringan. Pola asupan makan juga berubah. Tidak hanya jadwal makan, namun tak lagi mempertimbangkan kandungan gizi pada makanan. Deadline pekerjaan seringkali orang lupa memenuhi hak dari lambung yang kelimpungan. Ujungnya yang ada dimakan. Tak peduli itu berpengawet, junk food, apalagi fast food.

Untuk itu mulai sekarang, perlunya berkontemplasi diri akan besarnya karunia Tuhan. Badan sehat adalah anugerah terindah dariNya. Syukuri sebelum masa sakit itu datang. Bagaimana mungkin dapat mewujudkan mimpi kita tatkala fisik ini lemah dan ringkih akibat invansi sel kanker.

Upaya yang dapat dilakukan untuk melawan kanker adalah mengubah perilaku dan pola makan kita sekarang. Ya sekarang! Bukan besok apalagi lusa. Dari hal yang kecil adalah meminimalisir teknologi dalam aktivitas bekerja. Kita sebut contoh memilih tangga daripada lift, bersepeda daripada bermotor, dan segudang lagi. Dari makanan yang kita makan jangan didominasi oleh karbohidrat semata. Dominasi padi-padian dan umbi-umbian dalam menu masyarakat Indonesia menjadi salah satu penyebab tidak seimbangnya pola konsumsi, terutama konsumsi sayur dan buah (Subyantoro, 2017). Penelitian yang ditebitkan oleh British Medical Journal tahun 2014 menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah berhubungan dengan penurunan risiko kematian dari penyakit seperti kanker. Konsumsi yang diajurkan adalah lima porsi sayur dan buah per hari.

Kanker memang mematikan tetapi bukan berarti tidak dapat dicegah dan ditangkal. Kemauan dalam mengubah perilaku dan pola makan adalah kunci melawan kanker. Jadi saya kira kanker tak lagi angker.

Kudus, 5 Mei 2017
* Dosen STAIN Kudus

Share this Post: