Prodi

Puasa dan Hidup Sederhana

Oleh Drs. H Abd Wahib Syakour, MPd.I

Ibadah puasa, sejatinya bukan merupakan ajaran yang baru dikenal pada umat nabi Muhammad saw. Namun ibadah ini hakikatnya sudah dipraktikkan umat-umat dahulu zaman para nabi sebelumnya. Disyari`atkannya puasa karena bisa mengantarkan pada tujuan agung dengan muara akhir menjadi insan bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183).

Untuk bisa menggapai tujuan akhir sebagai insan bertakwa tersebut, diperlukan upaya serius menemukan saripati pelajaran dan hikmah berharga dari ibadah puasa, dihayati dan kemudian diamalkan secara empirik. Melalui tadabbur terhadap isi al-Qur`an yang berketerkaitan historis dengan bulan Ramadlan, bisa dijadikan proses penemuan jalan ke arah muttaqin. Yakni orang-orang yang menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala larangan-Nya. Itulah kenapa Al-Baghawi mengatakan sebutan muttaqin sebagai bentuk penghormatan bagi mereka yang telah jelas mengambil manfaat atas petunjuk Allah itu.

Karakteristik puasa unik. Puasa merupakan ibadah yang pelakunya dituntut meninggalkan sesuatu (ibadah tarkiyyah/tarku al-syai`i), kontradiktif dengan ibadah lainnya yang justru diperintahkan untuk mengerjakan sesuatu (ibadah fi`liyah/fi`lu al-syai`i). Di koridor itulah puasa didefinisikan sebagai ibadah dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkan sejak fajar hingga matahari terbenam. Shalat, mengharuskan pelakunya mengerjakan syarat rukun, takbirat al-ihram, baca fatihah, ruku`, sujud, dan tahiyyat. Orang berpuasa justru diperintahkan untuk meninggalkan di siang hari makan, minum, berhubungan suami istri serta berkata tak senonoh.

Banyak pelajaran dan hikmah puasa yang bisa dipetik untuk dipraktikkan dalam kehidupan empirik. Di antaranya tuntutan gaya dan pola hidup sederhana. Sederhana itu berbeda dengan miskin. Sederhana adalah pola atau gaya hidup, sedang miskin itu suatu kondisi hidup. Dan puasa mengajarkan kepada kita akan gaya dan pola hidup sederhana itu.

Situasi sulit akibat pandemi ditambah gempuran daya tarik hedonisme, membuat orang suka lepas kendali dalam menjalani hidup sesuai tuntunan, bahkan bisa kian jauh dari rambu ketakwaan. Situasi tak menentu ini berdampak pada abnormalitas kehidupan dan terbatasnya aktivitas seseorang. Semua harus lebih sering berada di rumah. Ini tidak sehat bagi kehidupan individu dan sosial dampak dari terenggutnya kebebasan. Ini pun memicu munculnya rasa jenuh dan pola hidup konsumeris efek pola hidup monoton tak variatif tanpa warna, membuat psikhis orang tertekan. Hidup kemudian lebih banyak dikendalikan nafsu daripada akal sehat.

Manusia secara kodrat terlahir dibekali dengan akal dan nafsu. Pada kondisi normal saja, dalam menjalani hidup dan kehidupan, kebanyakan orang sudah lebih didominasi oleh nafsunya yang cenderung kepada keburukan. Nafsu memang tak bisa dihilangkan, namun bisa dikendalikan. Akal harus hadir untuk bisa mengendalikan nafsu. Sebab jika tak dikendalikan, nafsu bisa aneh-aneh dan kemauannya tak terbatas. Sementara itu nafsu cenderung menghendaki yang serba enak. Di situlah lalu manusia tanpa sadar terperangkap dalam sikap perilaku hedon, boros, egois dan suka bermewah-mewah. Untuk menyadarkan dari sikap perilaku yang bias dari ketakwaan tersebut, puasa membantu peran akal untuk mengembalikan manusia ke jalur yang benar. Puasa mengajarkan manusia untuk hidup sederhana sekaligus berwatak sosial tinggi.

Apa yang harus ditinggalkan saat berpuasa berupa makan, minum, berhubungan suami istri dan perkataan tak senonoh, semua itu simbol dari nafsu yang harus dikendalikan. Puasa mendidik dan melatih manusia untuk bisa mengendalikan nafsunya agar tidak hidup bermewah-mewah dan suka menaruh dendam. Sayangnya, materi penting puasa ini masih sulit terealisasikan. Secara ekonomi, selama bulan puasa, anggaran belanja rumah tangga umumnya membengkak efek penambahan variasi dan volume menu, yang mestinya bisa ditekan setengah dari hari-hari biasa. Siang hari memang berpuasa, tapi saat malam tiba, kebanyakan juga masih suka melampiaskan “dendam” dengan menghajar makanan konsumtif. Ini indikasi target tujuan puasa belum efektif. Semoga kaum muslimin belum terlambat untuk sadar hidup sederhana.

Share this Post: