Prodi

Momentum Hari Santri, Rektor: Santri Harus Berdaya di Era Digital

Blog Single

Hari Santri Nasional kembali diperingati, perayaan setahun sekali yang digelar tiap Tanggal 22 Oktober ini harus dimaknai secara mendalam dalam koridor kebangsaan. Tema besar yang diangkat adalah ‘Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan’, tema ini sekaligus merupakan tugas yang wajib diemban oleh santri hari ini dan di masa depan. Santri memiliki peran kesejarahannya mampu memberikan kontribusi di masa awal kemerdekaan, yaitu menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, tantangan Indonesia di usia 77 Tahun ini semakin kompleks dengan adanya perubahan tatanan sosial kemasyarakatan global. Santri yang mengusung prinsip moderat harus menjadi pengurai masalah dan menciptakan solusi untuk melalui tantangan-tantangan yang membentang sebegitu banyaknya.

Rektor Institus Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Prof Abdurrahman Kasdi mengatakan bahwa jika suatu saat santri menjadi kiai, maka ia memiliki posisi sangat sentral di masyarakat. Oleh karena itu, santri harus siap menjadi atau menggantikan posisi kiai. “Sebab, setiap unsur dari semua elemen masyarakat berasal dari santri. Bahkan, banyaknya jumlah santri mendasari lahirnya Hari Santri dan disahkannya Undang-Undang Pesantren untuk masa depan santri,” tuturnya dalam Seminar Hari Santri Nasional bertema Santripreunership: Pemberdayaan Santri di Era Digital yang tayang di YouTube TVKU CH49 UDINUS, baru-baru ini. 

Di masyarakat, lanjut dia, kiai harus dapat memosisikan peran apa pun. Menjadi santri nantinya juga harus siap menjadi kiai. Di era digitalisasi untuk menyebarkan Islam moderat dan Islam yang rahmatan lil ‘alamin perlu peran santri. Sebab, peran santri sangat penting untuk mengisi setiap elemen yang ada di masyarakat. Menurut Prof Dur, sapaan akrabnya, santri adalah semua orang yang berakhlak seperti santri, baik yang mondok atau pun yang tidak mondok. Mondok sendiri dibagi menjadi dua yaitu menetap dan tidak menetap (kalong). “Seorang santri memiliki jiwa sosial yang tinggi karena kebersamaan, makan bersama, bahkan di suatu pesantren menerapkan makan dengan cara nampanan. Selain itu santri juga belajar hidup sederhana dengan menempati kamar secara bersama-sama,” tuturnya. 

Prof Dur menjelaskan bahwa kata santri terdiri dari 5 huruf yakni sin, nun, ta’, ra’, ya’ yang memiliki makna bagi santri secara umum. Pertama, Sin. Singkatan dari Salikun ilal Akhirah. Artinya santri harus mampu menuju pada jalan akhirat. Kedua, Nun. Singkatan dari Naibun anil Masyayikh. Artinya santri sebagai pengganti guru atau kiai. Sehingga jika suatu ketika kiai sedang berhalangan maka santri harus siap untuk menggantikannya. Ketiga, Ta’. Singkatan dari Tarikun anil ma’ashi. Artinya seorang santri harus bisa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Rasulullah melakukan tabayyun atau klarifikasi dalam setiap permasalahan apa pun. “Termasuk jika saat ini ketika ada berita hoaks dapat diselesaikan dengan cara yang sama, jangan sampai justru ikut memproduksi berita hoaks,” tuturnya. Keempat, Ra’. Singkatan dari Raghibun fil Khairat. Artinya, santri senang melakukan kebaikan. Kelima, Ya’. Singkatan dari Yarju assalamah fiddini waddunya wal akhirah. Artinya, santri selalu mengharapkan keselamatan dalam agama, dunia, dan akhiratnya.

 

 

 

 

Share this Post: