Prodi

Pengajaran Bahasa Arab di Wina Austria

Blog Single
Pengajaran Bahasa Arab di Wina Austria

Salah satu dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Zaimatus Sa'diyah, Lc, MA. berkesempatan berangkat ke Wina Austria mengikuti program peningkatan kapasitas dan mutu dosen Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Program yang dikenal dengan Academic Recharging for Islamic Higher Education (ARFI) ini berupaya mendorong para dosen PTAI agar mampu mengembangkan multi kompetensi di lingkungan kampus masing-masing serta menghasilkan penelitian yang bermutu dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penyelesaian persoalan-persoalan bangsa.

Program ini bertujuan untuk peningkatan kualitas kelembagaan PTAI bertaraf internasional melalui kemitraan antar PT di luar negeri juga pemberdayaan kompetensi dosen PTAI dalam bidang akademik,riset dan jejaring internasional. Program ARFI bertujuan men-charge ulang akademik para dosen bidang studi Islam atau Islamic Studies dengan mendatangi dosen kuliah di luar negeri dengan bidang studi sama meliputi silabus dan konten yang di update,sehingga dosen dapat penyegaran atau recharge.

Ketika berada di Austria, rombongan disambut dan diantar oleh Prof. Dr. Rudiger Lohlker, Guru besar/Profesor Islamic Studies satu-satunya di Wina. Rombongan diberi kesempatan untuk mengikuti perkuliahan bahasa Arab bagi mahasiswa S1 di University of Vienna. Hal ini membuat rombongan sangat antusias mengikuti perkuliahan ini, karena sebenarnya ada satu pertanyaan besar yang selama ini cukup menggelitik pikiran kami terutama sebagai dosen bahasa Arab. Pertanyaan tentang mengapa orang-orang Eropa hanya membutuhkan waktu yang pendek untuk belajar bahasa Arab? Dalam jangka waktu yang pendek ini mereka sudah mampu menguasai bahasa Arab dengan baik hingga mampu berkomunikasi bahkan memahami kitab-kitab turats Islam dalam berbagai bidang ilmu. Terlebih lagi kemampuan bahasa ini mereka gunakan untuk mengkaji Islam melalui Alquran dan Hadist Rasulullah SAW. Sungguh hal ini sebagai pencapaian yang luar biasa. Bila dibandingkan dengan mayoritas penduduk Indonesia yang pernah belajar bahasa Arab, terutama para santri baik dari pesantren salaf maupun modern. Berapa tahun yang mereka habiskan untuk belajar bahasa Arab? Rata-rata tiga sampai 6 tahun atau bahkan lebih. Ditambah lagi kenyataan bahwa bahasa Arab sesungguhnya bukanlah bahasa asing bagi kita ummat Islam. Sejak kita mengenal dunia ini, agama telah mengenalkan kita dengan bahasa ini melalui adzan dan iqamah. 

Perkuliahan yang diampu oleh Mag. Anna Telic, MA., seorang dosen tidak tetap di Faculty of Philological and Cultural Studies, sebenarnya dari sisi metodologi tidak ada yang isimewa yang kami lihat dalam perkuliahan ini. Standar saja, perkuliahan dimulai dengan menyapa para mahasiswa, kemudian mengulang materi pertemuan yang lalu, penjelasan materi saat ini, latihan dan penutup. Kalau semuanya standar sama seperti pengajaran bahasa Arab di Indonesia lalu kenapa mereka jadi lebih expert dari pada teman-teman di Indonesia hanya dalam waktu yang relatif singkat.

Setelah perkuliahan berakhir peserta ARFI mencoba menanyakan banyak hal pada Anna tentang pengalaman dia belajar dan mengajar bahasa Arab. Rupanya Anna sudah belajar bahasa Arab sejak 10 tahun yang lalu dan sudah mengajar sejak tiga tahun yang lalu. Jawabannya yaitu bahwa kunci dari keberhasilan mayoritas mahasiswa yang belajar bahasa Arab adalah mereka selalu menyempatkan diri untuk berkunjung dan tinggal beberapa bulan saat liburan di Negara Arab. Mereka yang memang menekuni oriental studies seringkali berlibur sekaligur belajar di Tunis, Maroko, Syiria dan Negara-negara Arab lainnya untuk memperdalam kemampuan bahasa sekaligus mendapatkan cultural experiences.

Mereka juga dibekali dengan materi lughah ammiyyah lo…. Ada ammiyyah Mesir, Syria, Maroko, dan Tunis. Karena bahasa Arab fusha merupakan bahasa Arab baku yang hanya ditemukan dalam teks-teks formal, sementara dalam pergaulan sehari-hari orang Arab lebih banyak mengunakan bahasa ammiyyah atau yang sering disebut sebagai bahasa gaul atau bahasa pasaran. Ada sebuah anekdot yang menggambarkan posisi dari bahasa fusha dan ammiyyah:
الفصحى للمخ و العامية للقلب
Artinya, kalo ingin mengetahui otak orang Arab ya harus bisa bahasa fusha, tapi kalo kita ingin mengetahui perangai mereka, mengambil hati mereka,maka kita harus tahu bahasa ammiyyah.

Selanjutnya sharing tentang pengajaran bahasa Arab dengan Prof. Stephan Prochazka, seorang Profesor di bidang pengajaran bahasa Arab di University of Vienna. Dalam dialog rombongan mendapatkan penegasan bahasa mahasiswa yang mendalami bahasa Arab memang di sarankan untuk berkunjung dan tinggal di Negara-negara Arab selain untuk mempraktekkan bahasa yang selama ini mereka pelajari juga untuk menggali lebih banyak pengetahuan kebahasaaan dan juga kebudayaan. Satu kondisi yang cukup mendukung adalah bahwa di Austria juga banyak orang-orang Arab, sehingga mahasiswa berkesempatan untuk mempraktekkan langsung bahasa yang sedang mereka pelajari. 

Belajar bahasa Arab di Eropa memang murni berlandaskan motivasi akademik. Berbeda dengan di Indonesia, yang belajar bahasa Arab rata-rata ingin memahami al-quran dan sunnah. Jawaban yang menunjukkan bahwa motivasi belajar bahasa Arab selalu terkait dengan agama, sehingga seseorang yang belajar bahasa Arab akan dianggap aneh jika dia tidak menunjukkan kriteria Islami.
Share this Post: