Prodi

Bulan Suci Ramadan, Masa Pandemi Covid-19 Dan Moratorium Konsumerisme

Dr. Bayu Tri Cahya, SE., MSi.

 

Bulan suci ramadan merupakan momentum yang tepat bagi kita semua umat muslim untuk menjauhkan diri dari semua bentuk kenikmatan indrawi antara waktu subuh sampai matahari terbenam. Pada moment ini seseorang juga dilarang untuk mengungkapkan kemarahan, kecemburuan, keserakahan, nafsu dan serangan verbal terhadap orang lain (ghibah, sarkasme, penghinaan). Kita semua dituntut untuk menjaga keimanan diri melakukan dan merenungkan ajaran yang tersurat dan tersirat dari Al-Qur`an, dan menghindari kontak fisik (seksual) serta perilaku profane.

Terlepas dari tradisi keagamaan ini, pada umumnya ketaatan Ramadan saat ini paling akurat ditandai sebagai festival konsumsi, pengalaman komunal yang menggalang semua umat Islam selama sebulan penuh. Meskipun, secara teoritis, individu-individu diperintahkan oleh Allah dan nabi untuk mengekang keinginan mereka, konsumsi berlebihan yang mencolok telah menjadi kejadian nyata dalam semua aspek kehidupan sehari-hari, terutama dalam pembelian bahan makanan, pakaian dan kegiatan rekreasi. Namun pada masa pandemi Covid-19 yang hampir berdampak pada semua negara di dunia termasuk di Indonesia, fenomena tersebut seakan menjadi sebuah paradoks. Ramadan di tengah wabah pandemi Covid-19, menunjukkan lanskap komersial dan media diubah serta diarahkan untuk mendorong individu menuju suatu tekanan moratorium konsumerisme. Menolak tekanan perilaku konsumtif karena pendapatan rumah tangga menurun secara dramatis, dan keinginan hedonis dirasakan melemah dari sebelumnya.

Kondisi seperti ini hendak menyadarkan kita bahwa kesetaraan sosial, keadilan ekonomi dan solidaritas kemanusiaan merupakan sebuah bangunan keimanan yang tidak dapat dipisahkan. Itulah sebabnya kesempurnaan ibadah puasa pada akhirnya harus diikat oleh zakat fitrah. Berpijak dari pernyataan Fajar Riza Ul Haq dalam bukunya `Membela Islam Membela Kemanusiaan` bahwa Zakat fitrah merupakan prinsip revolusi sosial yang mendasari pelepasan kekayaan yang melebihi kebutuhan dasarnya kepada yang membutuhkannya. Revolusi sosial yang dikehendaki semangat zakat hanya dimungkinkan menjelma setiap individu Muslim berhasil melepaskan mentalitas keakuan demi solidaritas kekitaan. Sebagai amal saleh, ibadah puasa adalah manifestasi perjalannan spiritual untuk mencapai liberalisasi individu dan membantu meningkatkan martabat orang lemah, msikin dan terpinggirkan.

Sejatinya proses yang kita jalani pada saat Bulan Ramadan yang bertepatan dengan masa Pandemi Covid 19 menuntut kita untuk senantiasa membuka pikiran, nurani dan komitmen seorang muslim terhadap ketimpangan dan ketidakadilan dalam lingkungannya. Seyogyanya semangat emansipatif puasa pada bulan Ramadan dapat merombak perilaku konsumtif masyarakat menjadi perilaku produktif. Sehingga eksplosifitas demografi bangsa ini adalah titik tolak kekuatan dan bermuara pada kesejahteraan dan senantiasa berkelanjutan. Sehingga dirasa cukup tepat bilamana bulan Ramadan pada masa Pandemi ini merupakan bulan moratorium terhadap konsumerisme.

Share this Post: