Prodi

Ramadhan Sebagai Training Kejujuran

Di tengah masa pandemi Covid 19 masih marak terjadi berbagai penyimpangan dalam kehidupan masyarakat. Berbagai kasus tindak pidana korupsi masih kerap terjadi dan menjadi fenomena yang sangat memprihatinkan. Sejumlah pejabat pemerintahan yang seharusnya menjaga amanat justru berkhianat dengan melakukan korupsi terhadap uang rakyat, termasuk bantuan sosial. Oknum aparat penegak hukum juga masih  terlibat dalam permainan hukum. Akibatnya hukum bisa dipermainkan, diperjualbelikan dan tidak ada kepastian. Yang salah bisa benar, yang benar bisa salah. Tidak terkecuali di tengah-tengah masyarakat juga marak terjadi berbagai  tindak kejahatan dan penyimpangan seperti penipuan, penyuapan, kecurangan, perselingkuhan, dan sebagainya.

Fenomena kehidupan yang tergambar diatas merupakan persoalan yang sangat mengkhawatirkan dan menjadi ancaman yang sangat membahayakan kehidupan kita. Bahkan jika dibiarkan, persoalan tersebut dapat menghancurkan pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semua problem kehidupan diatas sesungguhnya bermuara pada hilangnya kejujuran dan tumbuh suburnya kebohongan dalam kehidupan masyarakat. Saat ini sikap ketidakjujuran dapat dengan mudah dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan menyentuh semua lapisan masyarakat. Sebaliknya, kejujuran sudah menjadi makhluk langka. Orang jujur dianggap makhluk aneh, lugu dan tidak bisa mengikuti serta memahami perkembangan zaman. Bahkan ada ungkapan zamane zaman edan sing ora edan ora keduman, sing jujur bakal ajur.

Membentuk sikap dan perilaku jujur bukanlah hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Membentuk sikap jujur tidak sekedar mengajarkan tentang definisi jujur, menyebutkan dalil agama dan seterusnya.  Menumbuhkan kejujuran memerlukan metode yang tepat, serta proses pelatihan, bimbingan hingga pembiasaan.

Ibadah puasa Ramadhan adalah salah satu model training (pelatihan) yang dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap jujur. Dengan karakteristik ibadah sirriyah, puasa Ramadhan dapat melatih seseorang untuk terampil menghadirkan keberadaan Allah dalam setiap langkah perbuatannya, sehingga tumbuh karakter kejujuran pada dirinya.

Berbeda dengan ibadah pada umumnya, ibadah puasa merupakan ibadah yang pelaksanaannya tidak diketahui orang lain atau sirri. Pelaksanaan ibadah puasa pada dasarnya hanya diketahui oleh Allah dan diri orang yang berpuasa. Secara lahiriyah kita tidak bisa membedakan mana orang yang berpuasa atau tidak, yang sesuai dengan ketentuan atau tidak, yang batal atau tidak, kecuali jika diberitahu oleh orang yang bersangkutan. Pendek kata, tidak ada seorangpun yang mengetahui bahwa seseorang berpuasa kecuali Allah dan orang yang berpuasa.

Bagi orang yang berpuasa, sebenarnya sangat terbuka peluang baginya untuk melakukan kecurangan, misalnya dengan makan dan minum secara sembunyi. Tetapi orang yang berpuasa memiliki komitmen yang kuat untuk menahan diri dari makan dan minum. Dalam kondisi lapar dan haus, dia tidak akan tergoda untuk mencicipi makanan atau membasahi tenggorokannya dengan setetes air, meski tidak ada orang lain yang mengetahuinya.

Dalam konteks ini, orang yang berpuasa menyadari bahwa setiap gerak geriknya berada dalam pengawasan dan pengetahuan Allah. Dia mampu menghadirkan dan memfungsikan keberadaan Allah dalam dirinya, sehingga membuatnya tidak melakukan kecurangan, meskipun tidak ada orang yang mengetahuinya. Disinilah  kita menjumpai nilai kejujuran dalam diri orang yang berpuasa.

Share this Post: